Saturday, March 08, 2008

Andaikan Kau Datang ...

Akhir-akhir ini sering kita lihat iklan produk salah satu bank di televisi yang menggunakan refrain lagu "Andaikan Kau Datang" sebagai ilustrasi musik latarnya.
Sebelumnya, lagu yang aslinya dibawakan kelompok Koes Plus di album "Volume 2" (1970) ini juga pernah di-interpretasi ulang oleh Erwin Gutawa dengan vokal Ruth Sahanaya dalam album "Salute to Koes Plus/Koes Bersaudara" (2004) yang sempat pula menjadi soundtrack sebuah sinetron televisi.

Mungkin agak mengejutkan dan banyak yang tidak menyangka bahwa di balik hiasan lirik nan indah, romantis dan menyentuh hati, sebenarnya lagu ini ditulis karena terinspirasi oleh ketidaksetiaan dan perselingkuhan.
Tonny Koeswoyo (alm) sebenarnya menulis lagu ini untuk sindiran pada kelakuan 'nakal' sang adik, Yon Koeswoyo. Konon Yon pernah berpacaran dengan seorang pramugari. Profesi sang pacar yang sering melanglang buana dalam waktu yang lama membuat mereka pun jarang bertemu. Alih-alih setia, Yon malah menjalin hubungan dengan perempuan lain hingga melampaui batas. Tonny yang melihat kelakuan sang adik pun sempat menanyakan (kira-kira sebagai berikut),
"Kalau dia (si pramugari) datang nanti, mau ngomong apa kamu?"

Dari kisah ini akhirnya tercipta lagu "Andaikan Kau Datang" seperti yang kita kenal sekarang. Yon yang mengisi vokal utama pada versi asli lagu ini pun bernyanyi dengan penjiwaan sepenuh hati karena benar-benar menyanyikan kerisauan hatinya saat itu.
Inilah kejeniusan seorang Tonny Koeswoyo (alm).

Terlalu Indah Dilupakan
Terlalu Sedih Dikenangkan
Setelah Jauh Aku Berjalan
Dan Kau Kutinggalkan

Betapa Hatiku Bersedih
Mengenang Kasih dan Sayangmu
Setulus Pesanmu Kepadaku
Engkau Kan Menunggu

Andaikan Kau Datang Kemari
Jawaban Apa Yang Kan Kuberi
Adakah Jalan Yang Kau Temui
Untuk Kita Kembali Lagi

Bersinarlah Bulan Purnama
Seindah Serta Tulus Cintanya
Bersinarlah Terus Sampai Nanti
Lagu Ini Ku Akhiri

(Andaikan Kau Datang, Tonny Koeswoyo, Koes Plus Volume 2 1970)

Monday, January 14, 2008

Emangnya Gue Cowo Apaan...

Datang lebih awal saat janji ketemu dengan seseorang ternyata tidak selalu berarti positif. Yang terjadi mungkin malah pengalaman yang menggelikan.

Janji ketemuan dengan pacar di toko CD/kaset langganan di sebuah mall (yang tidak perlu disebut namanya), sengaja berangkat lebih awal dengan pertimbangan macet di jalan. Sudah sampai di tempat sekitar 1/2 jam lebih awal dari waktu janjian karena macet tidak separah yang dibayangkan. Eh, pacar malah memberi kabar belum bisa berangkat karena masih ikut acara di RT rumahnya yang belum selesai dan nggak bisa ditinggal (hmm... warga RT teladan!).
Alhasil, gue putusin nunggu dia datang sambil ngubek2 toko CD/kaset dan mall. Dan setelah bosan dan capek sendiri, akhirnya nongkrong di bangku depan toko CD/kaset sambil celingak celinguk cuci mata.
Gue gak sadar tahunya dari tadi ada seorang cowo yang ngikutin dan merhatiin gue. Gue baru ngeh setelah orang itu mondar mandir di depan gue selama beberapa waktu dan akhirnya ikut duduk di samping gue, lalu selang beberapa saat kemudian cowo kelimis ini memulai pembicaraan:
"dari tadi kok cuma muter-muter aja?"

gue lumayan kaget karena gaya bicaranya agak mengingatkan gue sama presenter2 yang sekarang ini lagi laris nongol di TV :-)
gue jawab juga agak ogah-ogahan:
"iya nich"

dan akhirnya terjadi percakapan kira-kira sbb:
"emang lagi mau nyari apa?"
"nggak nyari apa2. janjian sama temen belum datang"
"oh nunggu temen ya?"
"iya!"

setelah diam beberapa saat, si cowo ini terus bertanya:
"temennya cewe ato cowo?"

Ngerasa gelagat yang mulai aneh, langsung aja gue jawab cepet2:
"cewe. pacar saya!"

Setelah itu, tanpa ba-bi-bu, si cowo ini lantas bangkit berdiri dan pergi begitu aja ninggalin gue yang terbengong-bengong.

Setelah cewe gue akhirnya datang dan gue ceritain kejadian tadi, dia malah ketawa2 ngakak.
Katanya:
"Kenapa kamu gak ngomong aja sama dia"
"Ngomong apa?"
"Emangnya gue cowo apaan?"

Hi-hi-hi...
Bener juga yach...
Jangan gila donkkk... Emangnya gue cowo apaan? bo'!

Saturday, January 12, 2008

Bintang-Bintang Blues pindah hari

Update dari posting sebelumnya:

Bintang-bintang Blues TVRI berubah waktu tayang:
setiap hari jum'at di minggu ke-2 dan ke-4 setiap bulannya.

Friday, December 14, 2007

Thank you for the Blues

sorry, ini bukan tulisan tentang the blues Chelsea :-)

Setelah sekian lama gak pernah dilirik, akhirnya ada juga acara TVRI yang jadi salah satu pilihan wajib tonton gue di TV. Musik Blues hadir di layar kaca lewat program Bintang Bintang Blues di TVRI.
Tapi sayangnya acara ini masih 2 minggu sekali di hari kamis malam mulai jam 21.30 setelah Dunia dalam Berita. Padahal beberapa tahun lalu, acara serupa di TVRI bertajuk Blues Night bisa ditayangkan tiap minggu.
Walaupun demikian, tetap salut untuk TVRI yang membawa kembali musik Blues ke layar kaca, bersama musik Keroncong, Campursari, Melayu, Country, dll. Semoga nanti ke depannya bisa tayang seminggu sekali seperti Blues Night dulu.

So, TVRI ... Thank you for bringing back the Blues!

Baca juga:
http://maskeliek.blogspot.com/2006/11/pagi-ini-blues.html

Monday, September 10, 2007

Bangsa Anak Bawang

Lihat pertandingan MyTeam Indonesia vs MyTeam Malaysia di TPI minggu 9 September 2007 kemarin: nggak ada seorang pun penonton yang terlihat berdiri saat lagu kebangsaan Malaysia diperdengarkan, seperti sikap seharusnya sebagai tanda penghormatan saat lagu kebangsaan dikumandangkan.
Yang lebih miris lagi: saat giliran lagu kebangsaan "Indonesia Raya" berkumandang, terlihat hanya sebagian penonton yang kemudian berdiri. Sebagian lainnya tampak tidak beranjak sama sekali dari tempat duduknya.
Walaupun bukan dalam rangka pertandingan resmi, namun pemandangan ini sungguh memprihatinkan, karena disiarkan langsung televisi dan berlangsung di stadion terbesar di Indonesia, Gelora Bung Karno Senayan Jakarta.
Beberapa saat lalu saat turnamen sepakbola Piala Asia 2007 berlangsung, semua penonton semangat berdiri dan dengan khidmat bernyanyi "Indonesia Raya" setiap saat timnas berlaga. Namun saat pertandingan final antara Irak vs Saudi Arabia, lagi-lagi masih ada sebagian penonton yang memilih duduk manis saat lagu kebangsaan 2 negara tersebut dimainkan.
Masih teringat juga beberapa tahun lalu, sempat menonton pertandingan bola voli putri seri dunia antara Russia vs Jepang di Istora Senayan, sebagian penonton tetap duduk saat lagu kebangsaan berkumandang. Padahal announcer sudah meminta penonton untuk berdiri dalam 2 bahasa, Indonesia dan Inggris.
Bagaimana orang mau menghormati kita jika kita sendiri tidak menghormati orang lain?
Apakah patut kita menyebut diri sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat?
Masihkah kita mau terus mencap diri sebagai bangsa yang besar? Sementara sikap dan pola pikir kita masih kerdil?
Seperti istilah gedong alias gede-gede dongok' (bodoh). Cuma badan doank besar, tapi otak cupet blo'on.
Pantas saja jika kita jadi bulan-bulanan negara-negara lain, bahkan oleh negara-negara tetangga sebelah, yang sering melecehkan dan merendahkan kita, karena sesungguhnya harus kita sadari kita ini memang masih kampungan, ndeso dan katro'!
Seumpama dalam pertemanan di masa kanak-kanak, kita ini mungkin ibaratnya 'anak bawang'. Boleh ikut bermain cuma sebagai penggembira, tapi tidak dianggap apalagi masuk hitungan walau menang sekalipun.
"Lha kan saya yang menang?"
"Iya, tapi kamu kan anak bawang!"

Duh... kasian dech...

anak bawang dalam KBBI:
1 peserta bermain yang tidak masuk hitungan (hanya sbg penggenap atau ikut-ikutan saja); 2 anak kecil yg masih belum mengerti apa-apa;

Friday, July 27, 2007

arti seseorang (mengenang yang tiada)

Simaklah lirik lagu berjudul Maria dari kelompok Koes Plus berikut ini:
Bila kukenangkan masa hidupmu... Maria
Kasih dan sayangmu setulus hatimu padaku
Walaupun hidupmu penuh derita

Maria... Maria... Oh... Maria
Kau tinggalkan permata hatimu
(kenangan hidupmu)

Senja itu aku pergi bersamamu
Tiada senyuman kau berikan padaku
Namun kurasakan kasih sayangmu
Lagu ini diciptakan oleh Yok Koeswoyo, pemain bass, untuk mengenang mendiang istrinya. Pada suatu hari mereka mengalami kecelakaan lalulintas. Yok bisa selamat, namun sayang istrinya tewas akibat kecelakaan itu. Ironisnya, suami istri itu sebenarnya justru sedang bertengkar saat kecelakaan terjadi (perhatikan lirik "senja itu aku pergi bersamamu, tiada senyuman kau berikan padaku").

Simak juga lagu "Tears in Heaven" yang diciptakan Eric Clapton untuk mengenang Conor, putranya yang baru berumur 4,5 tahun yang tewas karena terjatuh dari jendela lantai 53 apartemen di kota New York ke atap bangunan berlantai 4 di sebelahnya pada tahun 1991.
Atau lagu "In My Darkest Hour" yang ditulis Dave Mustaine, gitaris merangkap vokalis kelompok Megadeth di album So Far, So Good... So What! (1988) saat mengenang sahabatnya Cliff Burton, bassis kelompok Metallica yang tewas karena kecelakaan bus yang tergelincir akibat jalanan bersalju dekat kota Ljungby, Swedia saat Metallica mengadakan tur ke Eropa tahun 1986.
Semuanya memiliki satu kesamaan, yaitu curahan hati melalui lagu yang diciptakan untuk mengenang seseorang yang telah tiada.

Ada pula cerita seorang istri yang sepanjang harinya kini hanya diisi dengan meratap dan menangis tiada henti setelah suaminya meninggal dunia. Padahal di masa suaminya masih hidup, begitu seringnya mereka bertengkar hanya karena sifat dan kebiasaan sang suami yang tidak rapi, cuek, tidak romantis, pulang kerja kegiatannya cuma membaca koran dan nonton TV, serta masih banyak sifat kebiasaan yang lain suaminya, begitu dibencinya. Namun setelah suami tiada, barulah disadari bahwa sifat dan kebiasaan yang begitu dibencinya dulu itulah ternyata justru yang membuatnya rindu sekarang ini.

Tidakkah kita sering mengalami keadaan yang sama? Betapa seringnya kita baru menyadari betapa sangat berartinya seseorang, justru setelah orang tersebut tiada?

Wednesday, June 06, 2007

Mencari Sejarah

Hari ini, tanggal 6 Juni adalah tanggal kelahiran Ir. Soekarno alias Bung Karno, tokoh proklamasi dan presiden pertama Republik Indonesia.
Buat gue pribadi, sosok beliau adalah salah seorang dari sekian tokoh yang sedikit banyak telah menginspirasi kehidupan gue. Utamanya setelah gue membaca sebuah buku yang gue pinjam dari perpustakaan kampus tentang kehidupan beliau berjudul "Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia" yang diterjemahkan dari tulisan Cindy Adams, "Sukarno, Autobiography as told to Cindy Adams".

Hari ini, harian Kompas menurunkan tulisan Asvi Warman Adam seputar biografi Bung Karno tersebut, yang mengungkap bahwa versi terjemahan buku tersebut ternyata "berbeda" dengan versi asli buku dalam bahasa Inggris.
(baca http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0706/06/opini/3582633.htm)

Pelajaran yang gue dapet dari sini:
Jangan pernah membaca mentah-mentah isi buku terjemahan. Sedapat mungkin carilah versi dari bahasa asli buku tersebut sebagai pembanding. Karena siapa tau, terjemahan pun tidak akurat karena sudah dibelokkan, baik karena disengaja ataupun tidak.

Satu lagi, benarlah adanya ungkapan bahwa sesungguhnya kebenaran sejarah itu adalah sesuatu yang tidak pernah ada. Karena seperti di negeri tercinta ini, sejarah amat sangat ditentukan dan tergantung menurut versi rezim siapa yang sedang memegang kekuasaan.


... Merdeka!!!